Oleh Askurifai Baksin
Plutokrasi merupakan pemerintahan yang dikendalikan kalangan kaya. Beberapa pemerintah modern dituduh sebagai plutokrasi, termasuk pemerintah Amerika Serikat.
Kebalikan plutokrasi adalah meritokrasi, yakni bentuk pemerintahan atau administrasi yang pemilihan para pemimpinnya berdasarkan prestasi atau kemampuan mereka. Hanya sedikit pemerintahan di dunia yang didasarkan pada ideologi ini. Sebagai bentuk pemerintahan, meritokrasi berusaha mencari orang yang memiliki kemampuan dan kualifikasi terbaik untuk menduduki suatu posisi.
Plutokrasi dan meritokrasi ibarat membandingkan antara Presiden Jose Mujica dan Presiden Amerika Donald Trump. Jose yang terkenal dengan julukan “the world’s ‘humblest’ president” atau presiden termiskin di dunia karena gaya hidupnya sangat sederhana. Jose Mujica merupakan Presiden Uruguay masa jabatan 2010 – 2015.
Jose hanya mengambil 10 persen dari gajinya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sedang 90 persen lainnya ia gunakan untuk membantu rakyat miskin di negaranya. Bukan kendaraan mewah, Jose bahkan hanya menggunakan mobil tua, Volkswagen Beetle tahun 1987 warna biru langit. Mobil tersebut pernah ia gunakan ketika menghadiri pelantikan Presiden Uruguay yang baru, Tabare Vazquez. VW milik Mujica yang ditaksir US$ 1.800 (Rp 24 juta) membuat heboh dunia. Sayangnya, Jose tidak lagi menjabat sebagai presiden sejak Maret 2015 karena peraturan di Uruguay yang memperbolehkan seseorang menjadi presiden hanya satu kali periode.
Donald Trump merupakan representasi kaum plutokrasi, sementara Jose Mujica mewakili kaum meritokrasi. Jika data kekayaan KPK di atas benar adanya, bisa jadi calon pemimpin Jawa Barat juga merupakan representasi kaum plutokrasi. Sementara data para calon kepala daerah yang memiliki kekayaan di bawah 30 juta ujud kaum meritokrasi. Masalahnya, laporan bisa benar bisa tidak benar karena menyangkut persoalan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Bisa jadi yang bersangkutan tidak melaporkan secara jujur sehingga jumlahnya bisa lebih besar atau bisa lebih kecil.
Bagaimana dengan Trump? Meskipun estimasi kekayaan Trump bernilai 10 miliar dolar sering dipandang skeptis oleh orang luar. Ia bisa dibilang orang Amerika terkaya yang pernah jadi nominasi kandidat presiden partai politik. Ia bahkan lebih kaya dari capres Republik yang lalu, yaitu Mitt Romney.
Tidak ada batas dalam pengeluaran Trump sekarang ini. Tinggal di apartemen bertingkat tiga di puncak Menara Trump, ia juga memiliki rumah di California, Florida, Virginia dan Karibia. Caviar, yacht, keran berlapis emas, jet-jet pribadi dan rumah-rumah berisikan 126 kamar. Jika ada penanda kemakmuran secara publik, boleh dikatakan Trump telah mengasosiasikan dirinya dengan hal itu. Ketika kini menjadi presiden, sikapnya sering membuat dunia geger karena arogan dan kepala batu.
Mahar politik yang mencuat akhir-akhir ini merupakan realitas perpolitikan di negara kita. Mau tidak mau, suka atau tidak suka jika seseorang masuk dalam kancah politik akan menemui sistem itu. Seorang Ridwan Kamil awalnya seorang akademisi yang sarat berbagai prestasi. Toh, ketika terjun ke politik menjadi penguasa daerah berhadapan dengan partai politik yang memiliki sistem politik. Demikian juga dengan Deddy Mizwar. Seorang sineas ulung Indonesia mau tidak mau harus bersinggungan dengan sistem politik yang ada. Lagi-lagi seorang seniman pun akan masuk dalam jebakan sistem yang lazim.
Kita tidak tahu, apakah di Amerika Serikat atau Uruguay ada praktik ‘mahar’ politik. Yang jelas praktik mahar politik menjadi sistem yang menggurita di ranah politik kita. Jadi, kalau seorang Ridwan Kamil, Deddy Mizwar, Ahmad Syaikhu, Sudrajat, dan Anton Charliyan adalah presentasi dari seorang akademisi, sineas, ustad, tentara, dan polisi maka representasi mereka adalah praktisi politik yang terdampak mahar politik. Mahar politik ini menurut penulis tidak hanya sebatas uang tapi juga kesepakatan, komitmen, sharing, dan tanggung jawab terhadap rumah partai. Inilah mahar kaum plutokrasi.**